KONSERVASI
ARSITEKTUR
KAWASAN
KOTA TUA
NADIA
LISTIARINI
26313279
4TB06
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
Gambar
1.1.
Kawasan Kota Tua
Sumber:
https://www.initempatwisata.com
Sejarah berdirinya kota
Jakarta – Kota Tua awalnya bermula dengan Jakarta yang masih berupa sebuah
dermaga kecil di muara Kali Ciliwung sekitar abad ke-16. Meski begitu,
sebenarnya sejarah Jakarta sudah dimulai jauh sebelumnya karena Jakarta dan
area sekitarnya merupakan tempat pemukiman warga selama berabad-abad tepatnya
sejak abad ke-4 sebelum masehi. Catatan sejarah yang paling awal ditemukan di
Jakarta juga merupakan prasasti paling tua dalam sejarah Indonesia. Area
pantainya juga diakui sebagai dermaga, dan dijadikan pemukiman umat Hindu pada
abad itu sebagai bagian dari kerajaan India Tarumanegara. Prasasti Tugu yang
ditemukan di daerah Tugu Jakarta Utara juga mengonfirmasi bahwa daerah yang
kini merupakan bagian dari Jakarta modern dulunya adalah tempat pemukiman
warga.
Ketika Tarumanegara mulai
kehilangan kekuatan, daerah Jakarta jatuh ke tangan Kerajaan Sunda. Dermaga
Sunda ini juga dikenal sebagai sebuah dermaga yang strategis dan makmur,
dipadukan lagi dengan lada dari Sunda yang dikenal karena kualitasnya yang luar
biasa. Orang-orang di area tersebut semua bekerja di bidang agrikultur dan
rumah mereka juga terbuat dari tumpukan kayu. Salah satu pelabuhan yang ada di
mulut sungai diberi nama Sunda Kalapa/Sunda Kelapa, seperti yang tertulis dalam
Hindu Bujangga Manik, sebuah manuskrip dari lontar milik seorang biarawan dan
salah satu sisa dari literatur Sunda Kuno. Pelabuhan tersebut adalah milik
Pakuan Pajajaran (yang sekarang menjadi Bogor), ibu kota dari kerajaan Sunda.
Pada abad ke-14 masehi, pelabuhan ini menjadi pelabuhan dagang yang penting
bagi pihak kerajaan. Pada abad ke-16, penjelajah dari Eropa juga sering
menyebut sebuah kota yang dipanggil Kalapa, sebuah pelabuhan utama dari
kerajaan Hindu Sunda. Pihak Portugis kemudian menyimpam Luso Sundanese padrao,
sebuah perjanjian politik dan ekonomi dengan kerajaan Sunda, dan Portugis mulai
membuat tempat tinggal mereka sendiri di Jawa.
Demi mencegah Portugis
memiliki kekuatan di Jawa, Fatahillah dikirim oleh kerajaan Demak untuk
menyerang mereka di Sunda Kelapa pada tahun 1527, dan penyerang tersebut
sukses, membuat Sunda Kelapa jatuh ke tangan Demak dan berubah namanya menjadi
Jayakarta. Sejarah berdirinya kota Jakarta –
Kota Tua kemudian
memasuki babak baru ketika ia menjadi bagian dari Kesultanan Banten yang ada di
bagian barat Jayakarta. Pada masa ini, banyak saudagar dari Amsterdam yang
melakukan ekspedisi menuju kepulauan east Indie yang ada di bawah komando
Cornelis de Houtman. Ekspedisi ini tiba di Bantam (sekarang menjadi Banten) dan
Jayakarta pada tahun 1596 dengan niatan awal bertukar rempah-rempah, sama
seperti bangsa Portugis. Pada tahun 1602, pelayaran Inggris yang dikomandani
oleh Sir James Lancaster tiba di Aceh dan berlayar ke Bantam, dimana ia
kemudian diperbolehkan untuk membangun pos perdagangan sebagai pusat jual-beli
Inggris di Indonesia pada tahun 1682.
Pada tahun 1610, saudagar
Belanda mulai diperbolehkan untuk membangun gudang yang ada di seberang rumah
Pangeran Jayawikarta. Sayangnya, pada tahun 1618 hubungan yang kurang baik
antara Jayawikarta dan Belanda mulai memburuk, dan pasukan Jayawikarta mulai
menyerang benteng Belanda yang melindungi 2 gudang bernama Nassau dan
Mauritius. Pada tanggal 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen mulai memimpin
pasukan Belanda untuk membakar kota Jayakarta, yang berhasil dilakukan hanya
menyisakan Padrao Sunda Kelapa. Hal ini baru diketahui ketika dilakukan penggalian
di daerah Kota.
Kota Jakarta mulai
terbentuk ketika Batavia mulai melebar menuju bagian barat dari Ciliwung, di
atas reruntuhan Jayakarta. Kota ini didesain dengan gaya Belanda-Eropa, lengkap
dengan benteng yang diberi nama Kasteel Batavia, dinding kota, dan kanal-kanal.
Kota Batavia yang baru ini selesai dibangun pada tahun 1650 dan menjadi ibukota
dari VOC di daerah East Indies. Kanal-kanal yang dibuat perlahan mulai terisi
penuh karena penyakit tropis yang ada di bagian dalam dinding kota karena sistem
sanitasi yang luar biasa buruk. Kota ini akhirnya mulai kembali melebar pada
tahun 1870 didorong dengan banyaknya orang yang ingin pindah dari area Kota,
menuju area Weltevreden (sekarang Lapangan Merdeka).
Jakarta akhirnya mulai
berkembang dengan selesainya pendudukan Jepang, dan pada tahun 1972,
Gubernur Jakarta pada masa itu yang bernama Ali Sadikin mengeluarkan perintah
untuk secara resmi menjadikan daerah Kota Tua sebagai situs warisan sejarah
Indonesia, agar paling tidak bisa melindungi bangunan yang tersisa di sana.
Beberapa saat belakangan ini juga mulai aktif lagi beberapa badan sosial yang
berencana merevitalisasi daerah-daerah Kota Tua, sehingga dapat menjadi daerah
sejarah yang baik.
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
Konservasi
secara umum diartikan pelestarian namun demikian dalam khasanah para pakar
konservasu ternyata memiliki serangkaian pengertian yang berbeda-beda
implikasinya. Menurut Adishakti (2007) istilah konservasi yang biasa digunakan
para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and
Site (ICOMOS) tahun 1981 yaitu : Charter for the Conservation Places of
Cultural Significance, Burra, Australlia. Piagam ini lebih dikenal dengan Burra
Charter.
Dalam Burra
Charter konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan
kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah
konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agara makna
kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Pengertian ini
sebenarnya perlu dipeluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk
fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan
pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan
untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi
kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas
perubahan sosail atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik
saja.
Kegiatan
konservasi antara lain bisa berbentuk (a) preservasi, (b) restorasi, (C)
replikasi, (d) rekonstruksi, (e) revitalisasi dan/atau penggunaan untuk fungsi
baru suatu asset masa lalu, (f) rehabilitasi. Aktivitas tersebut tergantung
dengan kondisi, persoalan, dan kemungkinan yang dapat dikembangkan dalam upaya
pemeliharaan lebih lanjut. Masyarakat awam sering keliru bahwa pelestarian
bangunan bersejarah diarahkan menjadi dead monument (monument statis) tetapi
sebenarnya bisa dikembangkan menjadi life monument yang bermanfaat fungsional
bagi generasi masa sekarang.
Dalam kaitannya dengan kawasan Kota Tua Jakarta,
konservasi yang akan dilakukan adalah dengan cara memadukan konsep
restorasi/rehabilitasi dengan konsep rekonstruksi. Konsep
restorasi/rehabilitasi yaitu upaya mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti
sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan serta memasang kembali
elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa menambah bagian baru. (Burra
Charter article 1.7). Sedangkan konsep rekonstruksi adalah Upaya mengembalikan
atau membangun kembali semirip mungkin dengan penampilan orisinil yang
diketahui (Burra Charter, article 1.8).
Tujuan dari penggabungan konsep konservasi tersebut
adalah mengembalikan bentuk fisik bangunan yang ada di kawasan Kota Tua
sehingga menjadi bangunan yang layak dipakai tanpa meninggalkan wujud aslinya
sehingga nuansa colonial tidak hilang dari bangunan-bangunan di kawasan Kota
Tua. Selain bentuk fisik yang di rekonstruksi, dalam upaya konservasi kawasan
Kota Tua, upaya untuk mengembalikan fungsi masing-masing bangunan. Sehingga
diharapkan, aktivitas fungsi gedung di kawasan Kota Tua dapat meningkat dan
diisi oleh berbagai fasilitas seni, budata, pendidikan, ekonomi, dan industri
kreatif.
BAB
III
GAMBARAN
KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA
3.1. Kondisi Eksisting Kawasan
a.
Museum Fatahillah
Gambar 3.1. Museum Fatahillah
(sumber: data
pribadi)
Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta. Bangunan ini dahulu merupakan balai kota
Batavia yang dibangun pada tahun 1707-1712 atas perintah
Gubernur-Jendral Joan van Hoorn.
Bangunan ini menyerupai Istana
Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama
dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang
digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang
dipakai sebagai penjara. Pada tanggal 30
Maret 1974,
bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah. Arsitektur bangunannya bergaya Neoklasik dengan tiga
lantai dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna
hijau tua. Bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin.
Tata ruang dalam Museum Fatahillah
dipersiapkan untuk menampilkan cerita berdasarkan kronologis sejarah Jakarta
dalam bentuk display, diperlukan koleksi-koleksi yang berkaitan dengan sejarah
dan ditunjang secara grafis dengan menggunakan foto-foto, gambar-gambar dan
sketsa, peta dan label penjelasan agar mudah dipahami dalam kaitannya dengan
faktor sejarah dan latar belakang sejarah Jakarta.dengan beberapa fasilitas
ruang antara lain: Perpus, kantin museum, ruang sinema, souvenir shop,ruang
pertemuan, ruang pamer, taman dalam.
Serta aktivitas yang dapat diikuti seperti:
1. Wisata Jakarta Lama, minimal 20 Orang
2. Wisata Night at Museum, minimal 20 Orang
3. Workshop Sketsa Gedung Tua, minimal 10 Orang
4.Nonton Bareng film-film Jadul, minimal 20 Orang
5. Pentas Seni Ala Jakarta
2. Wisata Night at Museum, minimal 20 Orang
3. Workshop Sketsa Gedung Tua, minimal 10 Orang
4.Nonton Bareng film-film Jadul, minimal 20 Orang
5. Pentas Seni Ala Jakarta
b. Gedung Jasindo
|
Gedung
Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij (WEVA)
atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun
pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV
Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te
Amsterdam. Gedung tersebut sekarang dimiliki
oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun sudah tidak dipergunakan lagi
lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan. Pada bagian atapnya mengalami
pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung tersebut
dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan untuk berjualan
pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan bangunan tersebut
semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena dibiarkan terbengkelai
oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan. Atap di lantai 3 sisi selatan gedung
Jasindo telah runtuh. Dinding sisi barat juga telah rubuh hingga separuh.
Terdapat juga sedikit retak di kolom pada sisi barat dinding yang telah roboh.
Pada dinding-dinding baik di sisi barat dan timur serta beberapa joint antara
dinding dan tembok terlihat lapisan dinding (plaster) yang telah terkelupas.
Kondisi jendela yang terdapat pada bangunan terlihat mulai lapuk pada kusen
dengan beberapa kaca jendela telah lepas atau pecah. Di bawah jendela terdapat
lubang angin dengan dua pola bentuk yaitu persegi dan bujur sangkar yang
berornamen. Terdapat bangunan atap darurat di atas tangga. Terlihat pula
vegetasi yang tumbuh di atap bangunan yang masih tertinggal.
Ruangan yang
terdapat pada lantai 3 menggunakan ubin dengan paduan antara warna merah,
oranye dan ubin polos. Pola yang digunakan dalam menyusun ubin berupa persegi
panjang membentuk huruf L. Terdapat dua pintu besar pada area masuk bangunan.
Pada sisi utara ruangan terdapat ruang yang merupakan bekas lift. Plat lantai
dan balok bangunan terbuat dari beton dan pada kondisi terkini terlihat bahwa
lapisan terluar beton telah terkelupas sehingga terlihat tulangan besi yang
digunakan. Sedangkan kolom terbuat dari batu bata yang disusun dengan pola
memanjang dan melintang dan bergantian pada tiap baris.
Kawasan Kota
Tua saat ini sedang direvitalisasi agar dapat dikembangkan sebagai Zona Ekonomi
Khusus oleh JOTRC (Jakarta Old Town Revitalization Corporation) dan juga
sebagai destinasi wisata nasional oleh UPK (Unit Pengembangan KKawasan) Kota Tua. JOTRC merupakan
konsorsium swasta yang didirikan sekitar tiga tahun lalu oleh beberapa orang
yang merasa prihatin terhadap upaya pengembangan kawasan Kota Tua Jakarta yang
dikesankan berjalan di tempat.
c. Museum Wayang
|
Gedung yang tampak unik dan menarik
ini telah beberapa kali mengalami perombakan. Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk ("Gereja Lama Belanda") dan
dibangun pertamakali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja
Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada
tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum
wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus 1975. Meskipun telah dipugar beberapa
bagian gereja lama dan baru masih tampak terlihat dalam bangunan ini.
d. Museum Mandiri
|
Berdiri tanggal 2
Oktober 1998. Museum yang
menempati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah gedung Nederlandsche
Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik
Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan. Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM)
dinasionalisasi pada tahun 1960 menjadi salah satu gedung kantor Bank
Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian bersamaan
dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia (BankExim) pada 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih
menjadi kantor pusat Bank Export import (Bank Exim), hingga akhirnya legal
merger Bank Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam Bank Mandiri (1999), maka gedung
tersebut pun menjadi asset Bank
Mandiri.
Gedung Museum Bank Mandiri (ex-Nederlandsche
Handel-Maatschappij (NHM)) dirancang oleh 3 orang arsitek belanda yaitu J.J.J de Bruyn, A.P. Smits dan C.
van de Linde. Gedung ini mulai dibangun tahun 1929 dan pada tanggal 14 Januari 1933 dibuka
secara resmi Oleh C.J Karel Van
Aalst, Presiden NHM ke-10. Gedung ex-NHM ini tampak kokoh dan megah dengan
arsitektur Niew Zakelijk atau Art Deco Klasik
e. Gedung BNI
|
Gedung ini dibangun tahun
1960 hasil rancangan arsitek F. Silaban, seorang arsitek Indonesia yang banyak merancang
bangunan monumental di Jakarta saat itu. Gedung ini banyak menggunakan
permainan bidang untuk mengantisipasi curah hujan dan sinar matahari yang
banyak terdapat di negara tropis.
f. Stasiun Beos Kota Tua
|
Stasiun ini, pada jaman kolonial
ada dua, yaitu Batavia NIS (Batavia Noord) dan Batavia BOS (Batavia Zuid). Setelah kedua stasiun tersebut
dibeli oleh pemerintah kolonial, perusahaan kereta api negara Staatsspoor en
Tramwegen, berencana untuk membangun stasiun besar baru di atas lahan Stasiun
Batavia BOS yang mulai ditutup sejak tahun 1923.
Sebagai gantinya, maka stasiun Batavia Noord eks-NISM yang berjarak 200 meter
ke arah Utara sebagai stasiun utama untuk melayani penumpang. Tahun 1926, stasiun eks-BOS mulai dibongkar.
Pembangunan ini adalah proyek dari pembangunan gedung stasiun milik negara,
maka Burgerlijke Openbare Werken,
(Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda), terlibat dalam pembangunannya.
BAB IV
USULAN PENANGANAN PELESTARIAN
Dalam kaitannya dengan kawasan Kota Tua Jakarta,
konservasi yang akan dilakukan adalah dengan cara memadukan konsep
restorasi/rehabilitasi dengan konsep rekonstruksi. Tujuan dari penggabungan
konsep konservasi tersebut adalah mengembalikan bentuk fisik bangunan yang ada
di kawasan Kota Tua sehingga menjadi bangunan yang layak dipakai tanpa
meninggalkan wujud aslinya sehingga nuansa colonial tidak hilang dari
bangunan-bangunan di kawasan Kota Tua. Selain bentuk fisik yang di
rekonstruksi, dalam upaya konservasi kawasan Kota Tua, upaya untuk
mengembalikan fungsi masing-masing bangunan. Sehingga diharapkan, aktivitas
fungsi gedung di kawasan Kota Tua dapat meningkat dan diisi oleh berbagai
fasilitas seni, budaya, pendidikan, ekonomi, dan industri kreatif.
Konsep restorasi yang dilakukan di kawasan kota tua
yaitu mengembalikan fungsi bangunan-bangunan tua yang ada di kawasan kota tua.
Bangunan-bangunan tua yang ada di kawasan kota tua yang hampir rubuh dapat difungsikan
kembali menjadi gedung yang bernilai ekonomi. Contohnya seperti beberapa gedung
yang sudah di restorasi seperti Toko Merah dan bangunan yang dulunya milik
perusahaan Rotterdam Lloyd yang
difungsikan menjadi coffee shop dan
museum kopi serta restoran. Kehidupan ekonomi di dalamnya dapat membantu
keberlangsungan bangunan. Restorasi yang dapat dilakukan selain mengubah
menjadi gedung yang bernilai ekonomi, dapat juga menjadi gedung yang digunakan
sebagai acara konferensi atau pertunjukan yang dapat menunjang turisme.
Tindakan rekonstruksi pada bangunan Museum Fatahillah
dilakukan karena bangunan atau lingkungan yang hancur karena bencana alam,
namun rekonstruksi pada bangunan tersebut dapat dilakukan dengan membangun
kembali dengan menggunakan material yang masih dapat digunakan. Tidak hanya
hancur karena bencana alam, kerusakan yang terjadi karena terbengkalai pun
dapat diperbaiki dengan bahan bangunan atau material yang terselamatkan dan
masih dapat digunakan atau dengan penambahan bahan bangunan baru demi
menciptakan bangunan Museum Fatahillah yang sesuai fungsi dan memenuhi
persyaratan teknis.
DAFTAR
PUSTAKA