CACAT DAN KEGAGALAN GEDUNG NASIONAL PALAS (CGK)
Ditulis oleh
Nadia Listiarini
26313279
Universitas Gunadarma
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Konstruksi adalah hal mendasar dari berdirinya sebuah
bangunan. Konstruksi bangunan berarti suatu cara atau teknik membuat/mendirikan
bangunan agar memenuhi syarat kuat,awet, indah, fungsional dan ekonomis.
Menjadi engineer yang bekerja di sebuah bidang jasa konstruksi harus mampu
melakukan perhitungan yang cermat terhadap segala aspek teknis dan non-teknis
yang berhubungan dengan konstruksi yang sedang dibangun. Kecermatan ini
didasarkan pada kesadaran dan tanggung jawab sedikit saja kesalahan yang dilakukan
maka dampaknya akan sangat besar terhadap konstruksi yang sedang dikerjakan,
lebih jauh lagi dapat menyebabkan korban jiwa.
Jasa konstruksi telah diatur dalam Undang-Undang maupun
Peraturan Pemerintah
segala hak dan kewajiban, baik itu bagi pengguna jasa konstruksi maupun
penyedia jasa konstruksi. Dalam pembangunan sebuah bangunan, terjadinya
kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan sering dijumpai di banyak kasus.
Unsur-unsur kesalahan yang terjadi telah di jelaskan dalam Undang-undang Jasa
Konstruksi (UUJK) mengenai sanksi dan sebagainya.
2. 2. Rumusan Masalah
·
Apa
yang dimaksud dengan cacat dan gagal konstruksi?
·
Apa
penyebab cacat dan gagal konstruksi pada bangunan yang disebutkan?
·
Bagaimana
landasan hukum yang berlaku?
3. 3. Tujuan Penulisan
· Untuk menganalisis faktor terjadinya
cacat dan gagal konstruksi
·
Untuk
mencegah terjadinya hal yang sama terulang
·
Untuk
meningkatkan pengetahuan umum tentang Jasa Konstruksi
4.4. Metodologi
Penelitian
dilakukan dengan cara studi kasus melalui literatur dan referensi dengan sumber
media online.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.5.
Pengertian
Umum
Cacat
Konstruksi adalah suatu kondisi penyimpangan atau ketidak sempurnaan hasil
dan/atau proses pekerjaan konstruksi yang masih dalam batas toleransi. Artinya
belum atau tidak membahayakan konstruksi secara keseluruhan. Cacat konstruksi
pada keadaan di lingkungan biasanya dikarenakan kesalahan kecil pekerja oleh
karena itu tidak membahayakan pengguna namun menyebabkan ketidak nyamanan
seperti kebocoran atau ketidak rapihan pengerjaan bangunan. Cacat konstruksi
tidak ada payung hukum atau landasan hukum yang membahas tentang hal ini.
Sementara
itu, kegagalan konstruksi adalah suatu kondisi penyimpangan, kesalahan dan/atau
kerusakan hasil pekerjaan konstruksi yang dapat mengakibatkan keruntuhan
konstruksi. Menurut PP No. 29 Tahun 2000, Kegagalan Konstruksi adalah keadaan
hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun
keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.
Berdasarkan Peraturan yang disebutkan, kegagalan konstruksi dapat disebabkan
oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, oleh karena itu perlu adanya peninjauan
lebih lanjut mengenai kegagalan konstruksi.
2. 6. Kegagalan Bangunan
Berdasarkan
PP No. 29 Tahun 2000 Pasal 34, Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan
yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis,
manfaat, keselamatan, dan kesehatan kerja, dan/atau keselamatan umum akibat
kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah
terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi baik
secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam kontrsk kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang
sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.
BAB III
ANALISA DAN
PEMBAHASAN
1. Uraian Kasus
Pembangunan gedung nasional APBD
tahun 2013 sudah cacat dan dinilai gagal konstruksi CGK). Pada atap bangunan
telah bocor dan rangka atap sudah patah bahkan di khawatirkan pada jangka waktu
dekat, atap bangunan akan runtuh. Kegagalan ini dinilai harus memerlukan
penanganan serius khusu yang berkaitan dengan pekerjaan keteknikan yakni
mengkaji ulang kasus cacat atau gagal konstruksi pada suatu pekerjaan/objek
sipil/konstruksi suatu artikel atau kasus nyata hasil kajian berupa
(identifikasi CGK, deskripsi, teknis CGK, rumusan penyebab CGK, dan soulsi
pengatasan masalah) yang tertuang dalam UU no. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi ayat 1 dan 6 pasal 34.
Berdasarkan tinjauan sementara, cacat
dan gagal konstruksi ini berhubungan dengan kolom dan kaki rangka, kekakuan,
kekuatan, dan keawetan rangka atap pemasangan penutup atau genteng dan tulang
serta lain halnya dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi konstruksi sehingga
mengalami cacat dan gagal konstruksi.
2. Analisa
Cacat dan kegagalan konstruksi pada komponen bangunan pada umunya
disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini:
a. Pondasi
Terjadinya patahan pondasi. Biasanya kejadian patahan pondasi
terjadi pada pondasi menerus dari bahan pasangan batu kali. Patahan terjadi
karena kurang baiknya daya dukung tanah dan tidak diantisipasi dengan luasan
pondasi yang cukup.
Penurunan pondasi yaitu amblasnya pondasi bangunan tanpa atau
dengan disertai patahnya konstruksi pondasi, sehingga kondisi bangunan bisa
turun lurus vertikal atau turun miring. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang
baiknya sistem drainase dibawah bangunan sehingga air tanah dapat menggerus
kekuatan tanah pendukung pondasi.
b. Pengaruh kimia, fisika, mekanis dan
bakteri
Beberapa contoh dari pengaruh tersebut adalah:
·
Erosi
·
Temperatur
tinggi
·
Temperatur
rendah
·
Tumbukan
atau lain kerusakan
·
Alga,
jamur dan sejenisnya
c. Beton struktur
·
Kurangnya
kekokohan bekesting
·
Kekurangan
selimut pelindung
·
Kurangnya
perhatian pada sambungan pengecoran
·
Pembebanan
yang berlebih pada struktur
·
Perubahan
pada lingkungan
3. Landasan Hukum
Peraturan atau landasan hukum yang mengatur tentang
pelaksanaan jasa konstruksi sebagai berikut :
a.
PP no. 28 tahun 2000 tentang Usaha
dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi Pasal 5 ayat 2, mengenai pengawasan keyakinan mutu
dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan hasil pekerjaan konstruksi
b.
PP no. 29 tahun 2000 pasal 23 ayat 1 tentang pertanggungan dalam kontrak
kerja konstruksi meliputi : (1) jenis pertanggungan yang menjadi kewajiban
penyedia jasa yang berkaitan dengan pembayaran uang muka, pelaksanaan
pekerjaan, hasil pekerjaan, tenaga kerja, tuntutan pihak ketiga dan kegagalan
bangunan.
c.
PP no. 29 tahun 2000 pasal 30 tentang Standar Keteknikan, Ketenaga
Kerjaan, dan Tata Lingkungan.
d.
PP no. 29 tahun 2000 Pasal 36 tentang Penilaian Kegagalan Bangunan
4. Sanksi
Sanksi yang diterapkan berdasarkan landasan hukum yang
berlaku:
a. PP no. 29 tahun 2000 Pasal 31 tentang
Kegagalan Pekerjaan Konstruksi
(1) Perencana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, pelaksana konstruksi, dan
pengawas konstruksi.
(2) Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi, dan
pengawas konstruksi.
(3) Pengawas konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi, dan
pelaksana konstruksi.
(4) Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan
pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan
kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri.
b.
PP no. 29 Tahun 2000 Pasal 40
tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa
c. PP no. 29 Tahun 2000 Pasal 46 tentang Ganti Rugi dalam Hal
Kegagalan Bangunan mengenai pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan
bangunan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan berupa :
a. Cacat dan gagal konstruksi
diakibatkan oleh faktor ketidak telitian pada saat perencanaan dan pelaksanaan
bangunan
b. Landasan hukum mengenai cacat
konstruksi tidak ada, sementara landasan hukum mengenai gagal konstruksi jelas
diatur oleh pemerintah.
Berdasarkan kesimpulan, dapat diberikan saran berupa :
a.
Penyedia
jasa konstruksi harus lebih fokus dan berhato-hati pada saat proses pengerjaan
b.
Pemerintah
harus menyusun landasan hukum mengenai cacat konstruksi sesuai dengan
tingkatannya.
REFERENSI
·
Undang-Undang
No. 18 Tahun 1999
·
Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2000
·
Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 2000
·
Sumardjito,
2011, Cacat dan Kegagalan Konstruksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar