Selasa, 26 Januari 2016

Cacat dan Gagal Konstruksi (Tulisan 2)

CACAT DAN KEGAGALAN GEDUNG NASIONAL PALAS (CGK)
Ditulis oleh
Nadia Listiarini
26313279
Universitas Gunadarma
 


BAB I
PENDAHULUAN

1. 1.      Latar Belakang

Konstruksi adalah hal mendasar dari berdirinya sebuah bangunan. Konstruksi bangunan berarti suatu cara atau teknik membuat/mendirikan bangunan agar memenuhi syarat kuat,awet, indah, fungsional dan ekonomis. Menjadi engineer yang bekerja di sebuah bidang jasa konstruksi harus mampu melakukan perhitungan yang cermat terhadap segala aspek teknis dan non-teknis yang berhubungan dengan konstruksi yang sedang dibangun. Kecermatan ini didasarkan pada kesadaran dan tanggung jawab sedikit saja kesalahan yang dilakukan maka dampaknya akan sangat besar terhadap konstruksi yang sedang dikerjakan, lebih jauh lagi dapat menyebabkan korban jiwa.
Jasa konstruksi telah diatur dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah segala hak dan kewajiban, baik itu bagi pengguna jasa konstruksi maupun penyedia jasa konstruksi. Dalam pembangunan sebuah bangunan, terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan sering dijumpai di banyak kasus. Unsur-unsur kesalahan yang terjadi telah di jelaskan dalam Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) mengenai sanksi dan sebagainya.

2.   2. Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan cacat dan gagal konstruksi?
·         Apa penyebab cacat dan gagal konstruksi pada bangunan yang disebutkan?
·         Bagaimana landasan hukum yang berlaku?

3.  3.    Tujuan Penulisan
·      Untuk menganalisis faktor terjadinya cacat dan gagal konstruksi
·         Untuk mencegah terjadinya hal yang sama terulang
·         Untuk meningkatkan pengetahuan umum tentang Jasa Konstruksi

4.4.    Metodologi
Penelitian dilakukan dengan cara studi kasus melalui literatur dan referensi dengan sumber media online.

BAB II
LANDASAN TEORI

1.5.      Pengertian Umum

Cacat Konstruksi adalah suatu kondisi penyimpangan atau ketidak sempurnaan hasil dan/atau proses pekerjaan konstruksi yang masih dalam batas toleransi. Artinya belum atau tidak membahayakan konstruksi secara keseluruhan. Cacat konstruksi pada keadaan di lingkungan biasanya dikarenakan kesalahan kecil pekerja oleh karena itu tidak membahayakan pengguna namun menyebabkan ketidak nyamanan seperti kebocoran atau ketidak rapihan pengerjaan bangunan. Cacat konstruksi tidak ada payung hukum atau landasan hukum yang membahas tentang hal ini.
Sementara itu, kegagalan konstruksi adalah suatu kondisi penyimpangan, kesalahan dan/atau kerusakan hasil pekerjaan konstruksi yang dapat mengakibatkan keruntuhan konstruksi. Menurut PP No. 29 Tahun 2000, Kegagalan Konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. Berdasarkan Peraturan yang disebutkan, kegagalan konstruksi dapat disebabkan oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, oleh karena itu perlu adanya peninjauan lebih lanjut mengenai kegagalan konstruksi.



2. 6.     Kegagalan Bangunan

Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2000 Pasal 34, Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan, dan kesehatan kerja, dan/atau keselamatan umum akibat kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrsk kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

1.      Uraian Kasus

Pembangunan gedung nasional APBD tahun 2013 sudah cacat dan dinilai gagal konstruksi CGK). Pada atap bangunan telah bocor dan rangka atap sudah patah bahkan di khawatirkan pada jangka waktu dekat, atap bangunan akan runtuh. Kegagalan ini dinilai harus memerlukan penanganan serius khusu yang berkaitan dengan pekerjaan keteknikan yakni mengkaji ulang kasus cacat atau gagal konstruksi pada suatu pekerjaan/objek sipil/konstruksi suatu artikel atau kasus nyata hasil kajian berupa (identifikasi CGK, deskripsi, teknis CGK, rumusan penyebab CGK, dan soulsi pengatasan masalah) yang tertuang dalam UU no. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ayat 1 dan 6 pasal 34.
Berdasarkan tinjauan sementara, cacat dan gagal konstruksi ini berhubungan dengan kolom dan kaki rangka, kekakuan, kekuatan, dan keawetan rangka atap pemasangan penutup atau genteng dan tulang serta lain halnya dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi konstruksi sehingga mengalami cacat dan gagal konstruksi.

2.      Analisa
Cacat dan kegagalan konstruksi pada komponen bangunan pada umunya disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini:
a.      Pondasi
Terjadinya patahan pondasi. Biasanya kejadian patahan pondasi terjadi pada pondasi menerus dari bahan pasangan batu kali. Patahan terjadi karena kurang baiknya daya dukung tanah dan tidak diantisipasi dengan luasan pondasi yang cukup.
Penurunan pondasi yaitu amblasnya pondasi bangunan tanpa atau dengan disertai patahnya konstruksi pondasi, sehingga kondisi bangunan bisa turun lurus vertikal atau turun miring. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang baiknya sistem drainase dibawah bangunan sehingga air tanah dapat menggerus kekuatan tanah pendukung pondasi.
b.      Pengaruh kimia, fisika, mekanis dan bakteri
Beberapa contoh dari pengaruh tersebut adalah:
·         Erosi
·         Temperatur tinggi
·         Temperatur rendah
·         Tumbukan atau lain kerusakan
·         Alga, jamur dan sejenisnya
c.       Beton struktur
·         Kurangnya kekokohan bekesting
·         Kekurangan selimut pelindung
·         Kurangnya perhatian pada sambungan pengecoran
·         Pembebanan yang berlebih pada struktur
·         Perubahan pada lingkungan

3.      Landasan Hukum
Peraturan atau landasan hukum yang mengatur tentang pelaksanaan jasa konstruksi sebagai berikut :
a.        PP no. 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi Pasal 5 ayat 2, mengenai pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan hasil pekerjaan konstruksi
b.        PP no. 29 tahun 2000 pasal 23 ayat 1 tentang pertanggungan dalam kontrak kerja konstruksi meliputi : (1) jenis pertanggungan yang menjadi kewajiban penyedia jasa yang berkaitan dengan pembayaran uang muka, pelaksanaan pekerjaan, hasil pekerjaan, tenaga kerja, tuntutan pihak ketiga dan kegagalan bangunan.
c.         PP no. 29 tahun 2000 pasal 30 tentang Standar Keteknikan, Ketenaga Kerjaan, dan Tata Lingkungan.
d.        PP no. 29 tahun 2000 Pasal 36 tentang Penilaian Kegagalan Bangunan

4.      Sanksi
Sanksi yang diterapkan berdasarkan landasan hukum yang berlaku:
a.      PP no. 29 tahun 2000 Pasal 31 tentang Kegagalan Pekerjaan Konstruksi
(1) Perencana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(2) Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(3) Pengawas konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi, dan pelaksana konstruksi.
(4) Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri.
b.  PP no. 29 Tahun 2000 Pasal 40 tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa
c. PP no. 29 Tahun 2000 Pasal 46 tentang Ganti Rugi dalam Hal Kegagalan Bangunan mengenai pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan berupa :
a.      Cacat dan gagal konstruksi diakibatkan oleh faktor ketidak telitian pada saat perencanaan dan pelaksanaan bangunan
b.      Landasan hukum mengenai cacat konstruksi tidak ada, sementara landasan hukum mengenai gagal konstruksi jelas diatur oleh pemerintah.
Berdasarkan kesimpulan, dapat diberikan saran berupa :
a.        Penyedia jasa konstruksi harus lebih fokus dan berhato-hati pada saat proses pengerjaan
b.        Pemerintah harus menyusun landasan hukum mengenai cacat konstruksi sesuai dengan tingkatannya.


REFERENSI

·         Undang-Undang No. 18 Tahun 1999
·         Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000
·         Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000

·         Sumardjito, 2011, Cacat dan Kegagalan Konstruksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar